galeri
Wisata Ke Negeri Tirai Bamboo (1)
Pemerintah
China gencar menawarkan wisata negerinya ke dunia, kecuali Jepang.
Tentu saja alasan sejarah yang melatarbelakangi hubungan itu.
Transportasi dan akomodasi tidak kalah dengan wisata dunia lainnya. Tiga
puluh tahun lalu, China sudah membangun jalan tol gila-gilaan.
Transpotasi kereta cepat nya sangat nyaman. Setiap saya tanya kepada
orang lokal dalam beberapa kesempatan bertemu, apa ambisi China
membangun sebegitu pesat? Jawab nya agar bisa mengalahkan Amerika. Kami
serombongan tur jadi tercengang dengan jawaban itu. Waaoow, sangar.
Apa
keinginan kami wisata ke negeri China? Pertama, Ingin mengetahui
seberapa hebat China sekarang. Kedua, bagaimana kultur kehidupan di
China. Ketiga, mencari foto menarik di negeri bambu ini. Meski saya
yakin pilihan saya ikut tur gak bakalan dapat foto bagus bagus amat.
Pilihan
ke Cungkwok ada beberapa cara. Bagaimanapun, pihak pemerintah setempat
tetap membatasi ketika datang independent traveller, apalagi jurnalis.
Tentu saja, selalu ada yang mengawasi bila bepergian semacam ini. Pihak
sana lebih menyukai grup tur. Kontrol dan pengawasan lebih mudah
dilakukan. Tur ke China lebih murah dibanding dengan tur Jepang, Korea,
maupun UAE. Ada beberapa tujuan wisata China. Jalur-jalur itu memang
berbeda tujuan. Tidak bisa kita memilih daerah barat sekaligus daerah
timur atau selatan. Jalurnya memang berbeda dan waktu yang dibutuh
sangat panjang.
Ada beberapa jalur pilihan wisata itu, misalnya:
Pertama,
jalur Jiuzhaigou-zhangjiajie memiliki rangkaian kunjungan lokasi
meliputi Chengdu – Jiuzhaigou – Huanglong – Maoxian – Leshan – Emeishan –
Zhangjiajie.
Kedua,
jalur Guangxi-Guangzhou memiliki rangkaian kunjungan lokasi dari
Guangzhou – Zhaoqing – Yangshou – Xin An – Merryland – Guilin – Wuzhou.
Ketiga,
jalur Beijing-Shenzhen memiliki rangkaian kunjungan lokasi dari Beijing
–Shanghai –Suzhou – Huangshan – Hangzhou – Xi’an – Gulin – Shenzhen.
Keempat,
jalur Beijing-Shanghai memiliki rangkaian kunjungan lokasi dari Beijing
– Suzhou – Xintang – Hangzhou – Huangshan – Shanghai.
Kelima,
jalur Hongkong-Guanzhou memiliki rangkaian kunjungan lokasi dari Hong
Kong Macau – Shenzhen – Zhuhai – Panyu – Foshan – Guangzhou.
Keenam, jalur pendek Hong Kong – Macau – Shenzhen. Masih banyak jalur lainnya yang belum disebutkan di sini
Saya
bersama istri, Novika Eirine memilih jalur Beijing-Shanghai. Harga tiap
penyelenggara tur berbeda-beda ada yang memulai dari harga 11 juta
hingga 16 juta rupiah. Tergantung dengan kurs dollar. Mengambil saat ada
promo ataupun konsorsium penerbangan adalah cara terbaik untuk tur.
Kalau
kita hitung-hitung harga tur, memang jauh lebih. Dengan 11 juta sudah
bisa mengunjungi beberapa kota. Tarif penerbangan Surabaya-Singapore
dengan Singapore Airlines sebesar saja 2 juta rupiah. Sedangkan
Singapore-Beijing dengan penerbangan yang sama sebesar 3,5 juta rupiah.
Bila pulang pergi perjalanan Surabaya-Beijing sudah menghabiskan 11 juta
sendiri untuk biaya pesawatnya. Dengan harga tur 11 juta di beberapa
kota di China tentu saja sangat murah. Ini tak lain karena ada sponsor
yang membiayai. Mereka mengatakan ada subsidi dari pemerintah China.
Namun, ketika kami cocok-cocokan. Banyak sponsor yang mendanai.
Singapore Airline tentu memberi harga khusus kepada himpunan
penyelenggara tur di Indonesia (konsorsium). Memang ada syarat para
penyelenggara tur dalam satu tahun harus dapat menjual jumlah seat/kursi
tertentu.
Mengapa
bisa murah? Beberapa tempat yang dituju wisata tur tidak hanya tempat
wisata, tetapi juga tempat batu giok, teh, obat, sutra, kerajinan.
Tempat-tempat ini lah yang mensponsori wisata di China. Lantaran banyak
kunjungan di tempat ini, jadi untuk menikmati tempat wisatanya jelas
berkurang. Para peserta tur yang tidak mengikuti acara kunjugan di
tempat ini akan didenda. Nah….. itu lah ceritanya kenapa bisa murah.
Sebagai
seorang muslim, kesulitan saya berwisata di China ini adalah soal
makanan. Kita tidak bisa memastikan apakah masakan itu mengandung pork atau
tidak. Kadang bila ragu saya makan cukup nasi dengan sambal yang saya
bawa di Indonesia. Ada teman rombongan yang ahli mencium apakah
mengandung pork(khinziir) atau tidak. Ia sangat paham ini
mengandung babi atau minyak babi (lard). Sebelum saya makan, saya tanya
dulu kepada beliau.
Pesawat
SQ 931 dari Surabaya berangkat ke Singapore pukul 09.00, tanggal 30
September 2019. Pukul 07.00 kami sudah datang di bandara Juanda Terminal
2. Waktu agak panjang untuk check-in, sekaligus bisa makan dulu
di bandara. Airline dengan kode penerbangan SQ 931 seat 54D & 54E.
Saya kelupaan memesan tiket di pinggir jendela (window seat) agar bisa
memotret saat take off maupun landing. Tapi saya putuskan tidak, karena
kotanya tidak menarik seperti Hongkong, maupun Turkey.
Jalur penerbangan Surabaya-Singapore-Beijing memudahkan para traveller atau
grup tur asal Surabaya menuju China. Sebelum berangkat Novika Eirine,
istri saya, memesan tiket dengan menu khusus. Yakni menu halal untuk
muslim pada penerbangan ini. Begitu juga membawa drone diperkenankan
apa tidak penggunaanya di China. Meskipun di sana akhirnya tidak
dipakai karena banyak tempat wisata yang dilarang menggunakan drone.
Isitimewanya
memasan makanan khusus untuk halal maupun vegetarian. Makanan datang
terlebih dahulu ke pemesan, sebelum makanan dibagikan ke penumpang lain.
Perempuan cantik yang duduk samping saya memperhatikan terus dan
terheran. Perempuan muda itu, namanya Melly Tan. Saya sapa, “mari saya
duluan”. Ia tidak tau ternyata teman satu tur. ”kenapa ada perlakuan
khusus, ya”. Itu yang dia katakan setelah sehari bertemu. Padahal hanya
minta menu makanan halal, makanan itu datang duluan. Yang tidak meminta
walaupun muslim, maka disamakan dengan yang lain. Walupun pada akhirnya
saya liat menunya sama. He he he.
Transit
di bandara Changi Singapore, 13.00 waktu setempat. Ada kesempatan makan
dan berbelanja. Pesawat baru berangkat lagi 15.50 (boarding pass)
berangkat dari Singapore menuju ke Beijing. Rombongan sekitar 24 orang
dengan tour leader Indonesia, Ko Sam (Samauhadi Sugiono). Ada masalah
kecil, ketika hampir boarding, rupanya ada satu peserta rombongan tidak
ada. Usut punya usut. Terrnyata ada nenek, ke kamar toilet dan
menitipkan tas pada salah satu rombongan. Lantaran lama tidak keluar.
Yang dititipi, segera membawa barang titipannya, tapi orangnya tidak
ditunggu lagi. Dikira bisa langsung menuju ke pintu masuk boarding pass.
Tanpa diberi tahu, ditinggal lah nenek ini. Setelah keluar dari toilet,
nenek ini menuju arah yang salah, seharusnya ke kanan, tapi ia menuju
ke arah kiri. HIngga jauh meninggalkan pintu masuk boarding. Handphone tak bisa digunakan, karena tak tahu cara menggunakan wifi. Gate number pada
pada boarding pass hanya tertera group 4. Si nenek bertanya pada
petugas dan oleh petugas diantarkan dengan kereta. Ia, orang ada orang
terakhir yang masuk boarding. Akhirnya pesawat SQ 806 berangkat
dan mendarat di Beijing Capital International Airport (PEK) pukul 23.00.
Di China hanya ada satu zona waktu. Memang dibuat begitu oleh
pemerintah. Berbeda dengan Rusia yang punya 11 zona waktu atau Indonesia
3 zona waktu. Perbedaan waktu Beijing 1 jam lebih cepat dari Surabaya (Beijing is one hour ahead of Surabaya). Perjalanan sekitar 6 jam 5 menit juga menyiksa, antara tidur yang tidak enak karena duduk atau melihat tontonan video.
Bandara sudah sepi hanya tersisa beberapa penerbangan saja. Sebelum masuk imigrasi, penumpang harus scan sendiri secara digital deretan mesin finger print.
Ini memudahkan agar tidak antri dulu di tempat imigrasi. Selepas itu,
lantas antri di imigrasi. Malam itu antrian tidak mengular. Jadi enjoy aja. Petugas
imigrasi sekedar menyapa dengan menggunakan bahasa inggris dialek
China. Bersama siapa datang ke China. Sudah pernah datang ke sini
sebelumnya?
Keluar dari check point immigration, kami menunggu rombongan tour lainnya. Ada masalah, ternyata salah satu peserta, ketinggalan tas pinggang yang berisi passport dan uang di kabin pesawat. Orang tuanya sempat kebingungan. Ia ingat ketika akan antri check finger print kalau
tas pinggang tidak ada. Meminta tolong kru pesawat untuk mencari tas
pinggang itu dan diketemukan jatuh di bawah tempat duduknya.
Setelah
itu, kami menuju ke pengambilan barang. Tidak seperti di sebagian besar
bandara di Indonesia dimana setelah keluar dari imigrasi langsung di
dekatnya ada pengambilan barang. Di Beijing harus naik traindulu
menuju tempat barang seperti bandara internasional dunia lainnya. Ada
bahasa latinnya, Yakni T3-E, T3-D dan T3-C. Berarti kita berada di
terminal 3. Dari Blok E menuju ke C. Selebihnya banyak tulisan mandarin.
Saya liat tandanya memang semua bakal mengarah ke pengambilan barang
seperti halnya di teriminal 1 Kuala Lumpur. Saya teruskan menuju ke
sana. Lantaran, tidak ada penumpang lainnya tengah malam itu dan masih
lama menunggu kepala rombongan tur. Benar, jalurnya menuju ke
pengambilan bagasi. Usai selesai semua, kami keluar dari bandara pukul
00.26 waktu setempat.
Bis
tur telah siap menjemput dan mengantarkan ke Hotel. Desain luar bus nya
memang terlihat kuno, tapi bersih di dalam. Bus ini mengantarkan kami
hingga masuk di kamar hotel 01.03. Seharian memang habis diperjalanan
dan cerita. Dr. Yuyung Abdi
Post a Comment
0 Comments